Showing posts with label Matematika. Show all posts
Showing posts with label Matematika. Show all posts
Kota Batu – Kantor Wilayah Kementerian Agama Propinsi Jawa Timur menyelenggarakan Rapat Koordinasi dan Evaluasi Program Kerja Tahun 2013 dan Program Kerja 2014 Bagi MGMP MI, MTs, dan MA se Jawa Timur (25-26/11/2013). Acara yang mengambil tempat di hotel Kusuma Agro Wisata Batu tersebut di ikuti oleh 94 peserta yang datang dari seluruh kabupaten/kota se Jawa Timur, dengan rincian dari KKG MI Propinsi 3 orang, KKG MI Kabupaten/Kota 24 orang, MGMP MTs Propinsi sebanyak 3 orang, MGMP MTs Kabupaten/Kota sebanyak 33 orang, MGMP MA Propinsi 3 orang, dan MGMP MA Kabupaten/Kota sebanyak 28 orang.
Acara pembukaan dimulai tepat pada pukul 19.45 WIB diawali dengan pembacaan ayat suci Alquran oleh Ustad Abdur Rofiq, S.Ag. Setelah itu dilanjutkan dengan sambutan Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Propinsi Jawa Timur, Drs. H. Mahfudh Shodar, M.Ag. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa kegiatan tersebut sangat penting dilaksanakan agar bisa membawa manfaat untuk pengembangan mutu madrasah. Adapun tujuannya adalah pertama dalam rangka menggali problematika KKG/MGMP MI, MTs, MA. Kedua memusyawarahkan pola kegiatan KKG/MGMP yang lebih efektif guna untuk meningkatkan mutu madrasah. Sedangkan materi yang akan disampaikan diantaranya adalah peran dan tantangan KKG/MGMP dalam pengembangan kompetensi dan pengembangan bahan ajar di madrasah, Desaian pola pengembangan kegiatan MGMP/KKG. “Melalui kegiatan ini, diharapkan kegiatan KKG/MGMP bisa lebih efektif dan dapat berjalan di masing-masing kabupaten/kota”. Sambungnya.
Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, Drs. H. Sudjak, M.Ag. Dalam sambutannya beliau menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya dan terima kasih seikhlas-ikhlasnya kepada panitia maupun peserta. Kegiatan tersebut diharapkan dapat dijadikan ajang evaluasi program-program yang dulu dan perumusan program yang akan datang, tentunya mengarah pada hal-hal yang lebih baik. Kalau Bahasa madrasahnya adalah muhasabah. Perlu evaluasi pada program apa saja yang kurang dan apakah sudah sesuai dengan harapan. “Manakala ada program-program yang belum sesuai dengan perkembangan zaman, kegiatan semacam ini dijadikan momentum untuk memperbaiki program tersebut”. Sambungnya.
Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa tahun 2013 merupakan tahun prestasi bagi madrasah khususnya di jawa timur. Banyak prestasi yang di peroleh oleh madrasah baik personal maupun lembaga. Salah satunya adalah KSM dan AKSIOMA tahun 2013 yang menobatkan Jawa Timur sebagai Juara Umum. Begitupun perolehan nilai Ujian Nasional tahun pelajaran 2012/2013 yang dicapai MTs/MA prosentase kelulusannya lebih baik. Siswa-siswa madrasah tidak sedikit yang menoreh prestasi internasional d ibidang olimpiade. Sehingga madrasah bisa berkibar di dunia internasional. Dulu madrasah diposisikan sebagai sekolah alternatif. Sekarang madrasah sudah menjadi pilihan utama. Hal tersebut merupakan segi positif yang harus kita syukuri bersama. Namun juga ada segi negatif diantaranya adalah banyak madrasah tidak cukup ruang kelasnya karena semakin banyaknya siswa yang daftar, baik ke madrasah negeri maupun swasta. Menyikapi hal tersebut kemenag mulai berusaha mengumpulkan data, data tersebut diolah menjadi informasi, kemudian disampaikan ke pusat. “Mudah-mudah tahun 2014 ada DIPA RKB. Seperti yang kita ketahui mulai tahun 2011-2013 tidak ada bantuan RKB, sehingga madrasah kekurangan kelas karena begitu banyaknya pendaftar, itu rasional. Lebih baik kekurangan kelas daripada kelebihan kelas. Kebutuhan-kebutuhan itu akan diakomodir, mudah-mudahan bisa direalisasikan di tahun 2014”, sambungnya.
Tidak lupa beliau juga menyampaikan bahwa masih banyak prestasi lain yang sudah diraih oleh madrasah, yang jelas madrasah lebih baik. Hal itu bukan hanya slogan saja, tapi juga merupakan tantangan bagi madrasah. Apakah ditahun mendatang masih bisa mempertahankan prestasi tersebut. Sedangkan berkenaan dengan kurikulum 2013 Menteri Agama sudah menyampaikan bahwa Kemenag akan menerapkan kurikulum 2013 mulai tahun pelajaran 2014/2015 mendatang. Bukannya Kemenag tidak siap, tapi diharapkan dengan adanya jedah satu tahun guru-guru madrasah benar-benar siap dan paham bagaimana mengimplementasikan kurikulum 2013. Keberhasilan kurikulum berada di tangan guru. Harapannya mampu memberikan kontribusi besar demi terwujudnya visi misi kementerian agama. Ada 5 Misi Kemenag, yang salah satunya yakni misi ke-3 yang erat kaitannya dengan bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan mulai dari RA, MI, MTs, MA, dan Pendidikan Keagamaan. “ Saya Berharap semua peserta dapat mengikuti kegiatan ini dengan seksama mulai dari awal sampai dengan akhir. Karena rakor maka harus menghasilkan rumusan. Rumusan-rumusan itu harus mampu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya”. Kata beliau. Diakhir sambutannya beliau membuka acara dengan ucapan bismillahhirahmannirrahim. Acara pembukaan malam itu diitutup dengan doa. Acara akan dilanjutkan keesokan harinya dengan beberapa materi.  
Respon peserta sangat baik. “kami menunggu kegiatan seperti ini, hal ini bisa menjadi momentum bagi kami untuk berkoordinasi dengan sesama guru khususnya diwilayah jawa timur”, kata salah satu peserta. (ar)

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) tidak dapat menghindarkan Indonesia dari pengaruh-pengaruh yang dihadirkan baik itu pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Untuk menghadapi pengaruh-pengaruh tersebut, bangsa Indonesia seharusnya tidak boleh tinggal diam. Apalagi dalam menghadapi abad yang akan banyak diwarnai persaingan, bangsa Indonesia mutlak perlu memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Agar bangsa Indonesia memilki SDM yang berkualitas tinggi, salah satu wadah kegiatan yang dapat dipandang dan seyogyanya berfungsi adalah pendidikan.
Pembaharuan di bidang pendidikan harus terus dilakukan. Dalam  konteks pembaharuan dalam dunia pendidikan, menurut Hadi (2004) ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan yaitu: (1) pembaharuan kurikulum, (2) peningkatan kualitas pembelajaran, dan (3) efektifitas metode pembelajaran.
Dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas metode pembelajaran, perlu dilakukan perubahan paradigma (pola pikir) guru agar mampu menjadi fasilitator dan mitra belajar bagi siswanya. Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi harus menjadi fasilitator yang memberikan kemudahan belajar kepada seluruh siswa. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru adalah: (1) mengurangi metode ceramah, (2) memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran, (3) menggunakan prosedur yang bervariasi dalam membuat penilaian, (4) mengusahakan keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan pembelajaran, (5) dengan demikian, siswa belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.


Siswa harus dibekali dengan berbagai kecakapan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Kemampuan berpikir kreatif merupakan kecakapan yang harus dimiliki siswa. Pengembangan berpikir kreatif dapat terjadi bila pembelajaran dilakukan dengan “mengajak siswa untuk berpikir” dan tidak sekedar memberikan prosedur-prosedur yang bersifat doktrin. Agar pembelajaran bisa mengajak siswa untuk berpikir, maka perlu pembelajaran yang bermakna  dan mengkondisikan lingkungan belajar sedemikian sehingga siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan.

Salah satu aspek yang ditekankan dalam matematika adalah meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kemampuan berpikir kreatif siswa merupakan aspek penting, karena dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah lain, baik masalah matematika maupun masalah kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pentingnya aspek berpikir kreatif ini, maka perlu adanya pengembangan  kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika.
Dalam proses belajar mengajar, masih ada siswa yang beranggapan bahwa dalam menyelesaikan masalah cukup memilih prosedur penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang diberikan. Dalam hal ini fokus pembelajaran tidak pada mengapa prosedur itu yang digunakan untuk menyelesaikan, tetapi prosedur mana yang dipilih untuk menyelesaikan masalah dan pada bagaimana menyelesaikan masalah dengan prosedur tersebut. Hal ini mengakibatkan banyak siswa yang kurang menggunakan daya nalarnya dan kurang mampu bernalar secara baik.
Hal ini merupakan tantangan yang harus dijadikan pegangan dalam pembelajaran, dimana model pembelajaran harus mampu memberikan ruang seluas-luasnya bagi siswa dalam membangun pengetahuan dan pengalaman tidak hanya untuk mencapai kemampuan berpikir tingkat dasar tetapi juga untuk mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Penyelesaian masalah terbuka akan memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan investigasi masalah secara mendalam, sehingga dapat mengkonstruksi segala kemungkinan penyelesaian secara divergen, kritis, kreatif, dan produktif. Selain penyelesaian masalah, Siswono (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa kegiatan pengajuan masalah (problem posing) juga dapat meningkatkan aspek berpikir kreatif.
Problem posing merupakan pembelajaran berbasis pengajuan masalah atau soal yang dalam proses kegiatannya guru hanya memberikan situasi sebagai stimulus dan siswa meresponnya dengan mengajukan pertanyaan atau soal dan menjawab pertanyaan-pertanyaan atau soal. Salah satu tujuan pembelajaran matematika dengan problem posing adalah siswa diarahkan untuk dapat berpikir kreatif. Siswa dituntut untuk mengajukan dan menyelesaikan masalah dengan benar dan benarnya penyelesaian itu bukan karena guru yang mengatakan demikian, tetapi karena penalaran siswa sendiri memang dangat jelas.
Pembelajaran matematika dengan model problem posing didefinisikan sebagai belajaran matematika yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan masalah-masalah. Rekomendasi untuk pembaharuan matematika sekolah, yang saat ini menyarankan pentingnya peran siswa dalam menghasilkan penyusunan soal. Sebagai contoh ”the curriculum and Evaluation Standar for School Mathematics” (Leinhartdt, 1989) menyatakan secara eksplisit bahwa siswa-siswa harus mempunyai pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal mereka sendiri, yang merupakan kegiatan utama dalam pembelajaran matematika. Lebih jauh dalam “the Professional Standars for teaching Mathematics” disarankan pentingnya bagi guru-guru untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan soal-soal mereka (problem posing). Siswa seharusnya diberi kesempatan untuk merumuskan soal-soal dari situasi yang diberikan dan membuat soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari soal-soal yang diberikan.
Silver (1996) menjelaskan bahwa problem posing biasanya digunakan pada tiga bentuk kegiatan kognitif matematika, yaitu sebagai berikut.
1.      Presolution posing, siswa menghasilkan soal-soal awal yang ditimbulkan oleh stimulus.
2.      Within solution posing, siswa merumuskan soal yang dapat diselesaikan.
3.      Postsolution posing, siswa memodifikasi kondisi soal yang sudah diselesaikan  untuk menghasilkan soal-soal baru.
English (1998) mengadakan penelitian problem posing anak dalam konteks formal dan informal. Dalam konteks formal kepada siswa diberikan rangsangan, selanjutnya siswa mengajukan masalah dari konteks formal tersebut. Dalam konteks informal, kepada siswa diberikan gambar foto yang beraneka ragam warnanya, selanjutnya siswa mengajukan permasalahan dari gambar tersebut. Hasil penelitian ini antara lain  siswa lebih banyak menghasilkan masalah berbeda untuk konteks informal daripada konteks formal.
Dalam pembelajaran matematika, pengajuan soal menempati posisi yang strategis. Pengajuan soal dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika. "Problem posing is of central important in the discipline of mathematics and in the nature of  mathematical  thinking" (Silver 1996).
Beberapa manfaat pengajuan soal menurut English (1998) antara lain adalah :
1.      membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah,
2.      merupakan tugas kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif,
3.      mempunyai pengaruh positif  terhadap kemampuan memecahkan masalah dan sikap siswa terhadap matematika,
4.      dapat mempromosikan semangat inkuiri dan membentuk pikiran yang berkembang dan fleksibel,
5.      mendorong siswa untuk dapat lebih bertanggung  jawab dalam belajarnya,
6.      berguna untuk mengetahui kesalahan atau miskonsepsi siswa,
7.      mempertinggi kemampuan pemecahan masalah  siswa, sebab pengajuan soal memberi penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar,   
8.      menghilangkan kesan "keseraman" dan "kekunoan" dalam belajar matematika, mempersiapkan pola pikir atau kriteria berpikir matematis, berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah.

*) diolah dari berbagai sumber
Berikut Jadwal Pelaksanaan UN 2012 (POS UN 2012) yang diterbitkan oleh BSNP, silahkan download di link berikut:
  1. Jadwal Pelaksanaan UN 2012 dan POS UN 2012 tingkat SD_MI
  2. Jadwal Pelaksanaan UN 2012 dan POS UN 2012 tingkat SMP SMA SMK
Semoga Bermanfaat…
Berikut informasi tentang UN 2012, silahkan didownload di link berikut:
  1. SK BSNP tentang Kisi-kisi/SKL UN 2012
  2. POS UN 2012 SD_MI
  3. POS UN 2012 SMP SMA SMK
  4. Permen No 59 tahun 2011
  5. Tanya-jawab seputar UN
  6. Presentasi-Sosialiasi UN 2012 
Semoga Bermanfaat…
Sejarah RME
RME tidak dapat dipisahkan dari Institut Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University, Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya, yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905 – 1990), seorang penulis, pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda.
Sejak tahun 1971, Institut Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi). Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian yang berkait dengan konteks (context-link solution), siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang lebih formal. Model model yang muncul dari aktivitas matematik siswa dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir matematik yang lebih tinggi.

Mengapa kita perlu mengembangkan PMR?
Orientasi pendidikan kita mempunyai ciri (Zamroni, 2000):
  • cenderung memperlakukan peserta didik berstatus sebagai obyek;
  •  guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner;
  • materi bersifat subject-oriented; dan
  • manajemen bersifat sentralistis.
Orientasi pendidikan yang demikian menyebabkan praktik pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah, kurang relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak berjalan dengan pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian (Zamroni, 2000).
Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zamroni, 2000):
  1. Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching);
  2. Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel;
  3. Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri; dan
  4. Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.
Teori PMR sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (cotextual teaching and learning, disingkat CTL) . Namun, baik pendekatan konstruktivis maupun CTL mewakili teori belajar secara umum, PMR adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.
Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar. Salah satu pertimbangan mengapa Kurikulum 1994 direvisi adalah banyaknya kritik yang mengatakan bahwa materi pelajaran matematika tidak relevan dan tidak bermakna (Kurikulum 1994 Akhirnya Disempurnakan, 1999).
Konsepsi tentang Siswa

PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut:
  • Siswa memiliki seperangkat konsep laternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya;
  • Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri;
  • Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi,penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan;
  • Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman;
  • Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematik.
Peran Guru
PMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:
  • Guru hanya sebagai fasilitator belajar;
  • Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;
  • Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan
  • Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun sosial.
Konsepsi tentang Pembelajaran
Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut (De Lange, 1995):
  • Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;
  • Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;
  • Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan;
  • Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.
Harapan
Dengan penerapan PMR di Indonesia diharapkan prestasi akademik siswa meningkat, baik dalam mata pelajaran matematika maupun mata pelajaran lainnya.
Sejalan dengan paradigma baru pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Zamroni, (2000), pada aspek prilaku diharapkan siswa mempunyai ciri-ciri:
  • di kelas mereka aktif dalam diskusi, mengajukan pertanyaan dan gagasan, serta aktif dalam mencari bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa yang tengah dipelajari;
  • mampu bekerja sama dengan membuat kelompok-kelompok belajar;
  • bersifat demokratis, yakni berani menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan dan sekaligus berani pula menerima gagasan orang lain;
  • memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Istilah mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar atau berpikir.

Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Pada tahap awal, matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Oleh karena matematika sebagai aktivitas manusia, maka pengalaman tersebut diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisa dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Matematika juga timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran yang terbagi menjadi empat wawasan luas, yaitu Aritmatika, Aljabar, Geometri, dan Analisis dengan Aritmatika mencakup teori bilangan dan Statistika.

Matematika tumbuh dan berkembang melalui proses berpikir, oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata cara berpikir dan mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Pada matematika diletakkan dasar bagaimana mengembangkan cara berpikir dan bertindak melalui aturan yang disebut dalil (dapat dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar tersebut dianut dan digunakan oleh bidang studi atau ilmu lain.
Ketika materi-materi matematika dipandang sebagai sekumpulan keterampilan yang tidak berhubungan satu sama lain, maka pembelajaran matematika hanya sebagai sebuah pengembangan keterampilan saja. Matematika harus dipandang secara fleksibel dan dipahami hubungan serta keterkaitan antara ide atau gagasan matematika yang satu dengan yang lainnya.
  1. Bilangan Bulat : Integer
  2. Bilangan asli : Natural number
  3. Bilangan rasional : Rational number
  4. Bilangan irasional : Irrational number
  5. Bilangan Prima : Prime number
  6. Bilangan pecahan : Fraction number
  7. Bilangan ganjil : Odd number
  8. Bilangan genap : Even number
  9. Bilangan loncat : Step number
  10. Bilangan imaginer : Imaginer number
  11. Pembilang : numerator
  12. Penyebut : denumerator
  13. Kelipatan persekutuan terkecil : least common multiplication (LCM)
  14. Faktor persekutuan terbesar : Great common factor (GCF)
  15. Sumbu koordinat : Cartesian diagram/ plane
  16. Sumbu horisontal : Horizontal axis
  17. Sumbu X : X-axis
  18. Sumbu Y : Y-axis
  19. Sumbu vertical : Vertical axis
  20. himpunan : set
  21. Rumus fungsi : Formula of function
  22. Persamaan garis lurus : equation of straight lines
  23. Gradient Garis singgung : Slope Tangent line
  24. Titik potong : intercept
  25. Garis sejajar : Parallel line
  26. Tegak lurus : perpendicular
  27. keliling : Circumference/ perimeter
  28. Perkalian : multiplication
  29. 3 x 2 : 3 times 2
  30. Pembagian : division
  31. 8 : 2 : 8 divided by 2
  32. Penjumlahan : addition
  33. 3 + 2 : 3 plus 2
  34. Pengurangan : subtraction
  35. 3 – 2 : 3 minus 2
  36. 1/2 : A half
  37. 1/8 : One eighth
  38. 1/7 : One seventh
  39. Perpangkatan : exponent
  40. kubus : cube
  41. balok : box
  42. kerucut : cone
  43. Tabung : cylinder
  44. bola : Ball / spherical
  45. limas : pyramid
  46. prisma : prism
  47. selimut : cover
  48. kesamaan : equality
  49. persamaan : equation
  50. Persamaan kuadrat : Quadratic equation
Teori tentang bilangan telah menarik perhatian ilmuwan selama ribuan tahun, paling sedikit sejak 2.500 tahun yang lalu. Sebagai salah satu cabang matematika, teori bilangan dapat disebut sebagai “Aritmetika lanjut (Advenced Aritmetics)” karena terutama berkaitan dengan sifat-sifat bilangan asli.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebetulnya mempunyai kaitan yang erat dengan perkembangan system numerasi, yaitu dalam hal menyatakan, menghubungkan dan mengoperasikan bilangan. Bilangan itu sendiri mewakili kuantitas yang merupakan hasil pengukuran, jumlah benda atau barang, nilai imbal atau tukar dari suatu transaksi dan bentuk-bentuk kegiatan lain yang memerlukan bilangan sebagai alat komunikasi.
Sejak sekitar 5.000 tahun yang lalu banyak cara yang berbeda dalam mengembangkan basis dalam system numerasi. Bangsa babylonia (kuno) menggunakan system 20 terhadap system numerasi saat itu. Sekarang kita menggunakan basis sepulah (decimal system), suatu basis yang pertama kali dikembangkan di India sekitar abad ke 14. Untuk kepentingan khusus, basis 2 (binary system) digunakan sangat luas dalam mesin-mesin komputasi.
Pada sekitar abad ke 6 S.M., kelompok Pythagoras menyelidiki sifat-sifat yang berkaitan dengan musik, astronomi, geometri dan bilangan. Kelompok Pythagoras ini antara lain mengembangkan sifat-sifat bilangan lengkap (perfect number), bilangan bersekawan (amicable number), bilangan prima (prime number), bilangan segitiga (triangular number), bilangan bujur sangkar (square number), bilangan segilima (pentagonal number) serta bilangan-bilangan segibanyak (figurate numbers) yang lain. Salah satu sifat bilangan segitiga yang terkenal sampai sekarang disebut triple Pythagoras, yaitu :
a.a + b.b = c.c
yang ditemukannya melalui perhitungan luas daerah bujur sangkar yang sisi-sisinya merupakan sisi-sisi dari segitiga siku-siku dengan sisi miring (hypotenosa) adalah c, dan sisi yang lain adalah a dan b. Hasil kajian yang lain yang sangat popular sampai sekarang adalah pembedaan bilagan prima dan bilangan komposit. Bilangan prima adalah bilangan bulat positif lebih dari satu yang tidak memiliki Faktor positif kecuali 1 dan bilangan itu sendiri. Bilangan positif selain satu dan selain bilangan prima disebut bilangan komposit. Catatan sejarah menunjukkan bahwa masalah tentang bilangan prima telah menarik perhatian matematisi selama ribuan tahun, terutama yang berkaitan dengan berapa banyaknya bilangan prima dan bagaimana rumus yang dapat digunakan unutk mencari dan membuat daftar bilangan prima.

Dengan berkembangnya system numerasi, berkembang pula cara atau prosedur aritmetis untuk landasan kerja, terutama unutk menjawab permasalahan umum, melalui langkah-langkah tertentu, yang jelas yang disebut dengan algoritma. Awal dari algoritma dikerjakan oleh Euclid. Pada sekitar abad 4 S.M, Euclid mengembangkan konsep-konsep dasar geometri dan teori bilangan. Buku Euclid yang ke VII memuat suatu algoritma unutk mencari Faktor Persekutuan Terbesar dari dua bilangan bulat positif dengan menggunakan suatu teknik atau prosedur yang efisien, melalui sejumlah langkah yang terhingga. Kata algoritma berasal dari algorism. Pada zaman Euclid, istilah ini belum dikenal. Kata Algorism bersumber dari nama seorang muslim dan penulis buku terkenal pada tahun 825 M., yaitu Abu Ja’far Muhammed ibn Musa Al-Khowarizmi. Bagian akhir dari namanya (Al-Khowarizmi), mengilhami lahirnya istilah Algorism. Istilah algoritma masuk kosakata kebanyakan orang pada saat awal revolusi komputer, yaitu akhir tahun 1950.

Pada abad ke 3 S.M., perkembangan teori bilangan ditandai oleh hasil kerja Erathosthenes, yang sekarang terkenal dengan nama Saringan Erastosthenes (The Sieve of Erastosthenes). Dalam enam abad berikutnya, Diopanthus menerbitkan buku yang bernama Arithmetika, yang membahas penyelesaian persamaan didalam bilangan bulat dan bilangan rasional, dalam bentuk lambing (bukan bentuk/bangun geometris seperti yang dikembangkan oleh Euclid). Dengan kerja bentuk lambing ini, Diopanthus disebut sebagai salah pendiri aljabar.

Awal kebangkitan teori bilangan modern dipelopori oleh Pierre de Femmat (1601-1665), Leonhard Euler (1707-1783), J.L Lagrange (1735-1813), A.M. Legendre (1752-1833), Dirichlet (1805-1859), Dedekind (1831-1916), Riemann (1826-1866), Giussepe Peano (1858-1932), Poisson (1866-1962), dan Hadamard (1865-1963). Sebagai seorang pangeran matematika, Gauss begitu terpesona terhadap keindahan dan kecantikan teori bilangan, dan untuk melukiskannya, ia menyebut teori bilangan sebagai the queen of mathematich.
Tiga prinsip pokok dalam Pembelajaran Matematika Realistik, yaitu: (a) guided reinvention and progressive mathemazing, (b) didactical phemonology, dan (c) self developed models.
Prinsip pertama, yakni guided reinvention and progressive mathemazing memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali konsep atau algoritma sebagaimana ditemukannya konsep itu secara matematis. Bila diperlukan, siswa perlu digiring ke arah penemuan itu. Berawal dari masalah kontekstual yang berupa pemahaman yang telah dipunyai siswa, dapat dari sekitar siswa atau pengetahuan siswa sebelumnya, siswa berpikir dari matematika informal bergerak ke arah matematika formal. Pengembangan suatu konsep matematika dimulai oleh siswa secara mandiri berupa kegiatan eksplorasi dan memberikan peluang pada siswa untuk berkreasi dan mengembangkan pemikirannya. Peranan guru hanyalah sebagai pendamping yang akan meluruskan arah pemikiran siswa, sekiranya jalan berpikir siswa melenceng jauh dari pokok bahasan yang sedang dipelajari.

Prinsip kedua didactical phemonology, menyatakan bahwa fenomena pembelajaran harus menekankan bahwa masalah kontekstual yang diajukan kepada siswa harus memenuhi kriteria: (a) memperlihatkan berbagai macam aplikasi yang telah diantisipasi, dan (b) sesuai dengan dampak pada matematisasi progresif. Dengan demikian, masalah kontekstual yang dipilih harus sudah diantisipasi agar membelajarkan siswa ke arah konsep atau algoritma yang dituju. Selain itu, masalah kontekstual yang dipilih harus dapat membantu siswa menjembatani setapak demi setapak proses pematematikaan siswa.
Prinsip ketiga self developed models, menyatakan bahwa model yang dikembangkan siswa harus dapat menjembatani pengetahuan informal dan pengetahuan matematika formal. Model matematika dikembangkan oleh siswa secara mandiri untuk memecahkan masalah. Pada awalnya, model matematika itu berupa model situasi yang telah diakrabi siswa berdasarkan pengalaman siswa sebelumnya (model of). Melalui proses generalisasi dan formalisasi, model itu akhirnya dirumuskan dalam bentuk model matematika yang formal (model for).
Pembelajaran Pendekatan Konvensional
  • Siswa adalah penerima informasi secara pasif dan belajar secara individu.
  • Pembelajaran diawali dari definisi, konsep, atau algoritma yang abstrak.
  • Konsep atau algoritma ada di luar diri siswa yang harus diterima dan dihafalkan oleh siswa.
  • Pemerolehan konsep atau algoritma oleh masing-masing siswa harus seragam dengan yang diterangkan guru.
  • Ketrampilan yang dikembangkan atas dasar driill
  • Hasil belajar diukur dengan satu cara yaitu tes tulis pada akhir kegiatan.
Pembelajaran Pendekatan RME
  • Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan belajar melalui kerja kelompok dan diskusi dengan siswa lain.
  • Pembelajaran diawali dari masalah sederhana dari kehidupan nyata atau masalah yang disimulasikan.
  • Konsep atau algoritma dikembangkan atas dasar skemata yang telah dipunyai siswa.
  • Pemerolehan konsep atau algoritma oleh masing-masing siswa sering berbeda, bergantung skemata siswa.
  • Ketrampilan yang dikembangkan atas dasar pemahaman.
  • Penilaian autentik, hasil belajar diukur dengan berbagai cara, tidak hanya tes tulis pada akhir kegiatan.
Tujuan : Siswa dapat menjumlahkan dan mengurangkan dengan hasil sampai dengan 20
Media : Kartu bilangan dan petak-petak
Cara bermain :

  1. Siswa dibagi menjadi dua kelompok
  2. Guru membuat petak sebanyak 20, setelah itu siswa diminta untuk menempelkan kartu bilangan yang telah disediakan secara berurutan
  3. Setiap kelompok diwakili oleh satu siswa sebagai ular dan satu siswa sebagai penentu jalannya ular
  4. Pertama-tama sang ular bebas memilih di kotak berapa ia berada
  5. Permainan dimulai ketika kartu bilangan yang telah dikocok diambil oleh salah satu siswa penentu tadi
  6. Si ular akan menuju petak yang sesuai dengan perintah sang penentu yang dilakukan berdasarkan kartu bilangan tersebut, siswa yang salah digantikan oleh anggota kelompok yang lain, untuk melanjutkan permainan dapat divariasikan dengan penjumlahan ataupun pengurangan.
  7. Bagi kelompok yang anggota kelompoknya habis terlebih dahulu merekalah yang kalah
Jika dipelajari dengan pendekatan yang berbeda, matematika dapat menjadi ilmu yang paling menyenangkan.
Berikut ini adalah salah satu alternatif pembelajaran matematika yang dikemas dalam sebuah aktifitas permainan:
Kegunaan:
Permainan ini dapat digunakan untuk evaluasi setelah selesai mengajarkan konsep matematika atau melakukan reinforcement di awal jam pelajaran untuk memantau pemahaman anak dan mempersiapkan iklim yang lebih baik dari sebelumnya.

Manfaat:
Manfaat yang akan diperoleh siswa jika mengikuti permainan ini adalah:
  1. melatih kepercayaan diri
  2. meningkatkan kemampuan kinestetik anak
  3. meningkatkan sportifitas
  4. meningkatkan kemampuan daya pikir, analisa dan pemecahan masalah
Cara Bermain :
  1. Siswa dibagi menjadi dua kelompok, komposisi kelompok harus seimbang
  2. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk mengatur strategi dan memilih pemain pertama
  3. Guru mengkondisikan kelas seperti pada dunia cowboy
  4. Dua siswa mewakili masing-masing kelompok maju saling membelakangi seperti duel cowboy
  5. Guru membacakan soal, misalnya “Berapakah hasil 7+5”
  6. Siswa yang paling cepat menemukan jawabannya harus berbalik dan berteriak “dor”
  7. Siswa yang paling cepat ditunjuk oleh guru untuk memberikan jawabannya. Kalau jawabannya benar maka lawan kalah. Kalau salah, guru bertanya kepada siswa yang satu lagi. Kalau jawaban yang diberikan benar, maka siswa pertama kalah. Kalau keduanya salah soal diganti dengan yang lebih mudah.
  8. Jika anggota kelompoknya kalah, maka ia (yang kalah) memilih temannya untuk menggantikan posisinya melawan sang juara.
  9. Siapa yang anggota kelompoknya lebih dulu habis berarti kalah
  10. Permainan ini dapat terus dilakukan sampai salah satu kelompok kehabisan pemain
  11. Siswa dapat dilibatkan dalam pembuatan soal