Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) tidak dapat menghindarkan Indonesia dari pengaruh-pengaruh yang dihadirkan baik itu pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Untuk menghadapi pengaruh-pengaruh tersebut, bangsa Indonesia seharusnya tidak boleh tinggal diam. Apalagi dalam menghadapi abad yang akan banyak diwarnai persaingan, bangsa Indonesia mutlak perlu memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi. Agar bangsa Indonesia memilki SDM yang berkualitas tinggi, salah satu wadah kegiatan yang dapat dipandang dan seyogyanya berfungsi adalah pendidikan.
Pembaharuan di bidang pendidikan harus terus dilakukan. Dalam  konteks pembaharuan dalam dunia pendidikan, menurut Hadi (2004) ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan yaitu: (1) pembaharuan kurikulum, (2) peningkatan kualitas pembelajaran, dan (3) efektifitas metode pembelajaran.
Dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan efektifitas metode pembelajaran, perlu dilakukan perubahan paradigma (pola pikir) guru agar mampu menjadi fasilitator dan mitra belajar bagi siswanya. Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada siswa, tetapi harus menjadi fasilitator yang memberikan kemudahan belajar kepada seluruh siswa. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru adalah: (1) mengurangi metode ceramah, (2) memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran, (3) menggunakan prosedur yang bervariasi dalam membuat penilaian, (4) mengusahakan keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan pembelajaran, (5) dengan demikian, siswa belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka.


Siswa harus dibekali dengan berbagai kecakapan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Kemampuan berpikir kreatif merupakan kecakapan yang harus dimiliki siswa. Pengembangan berpikir kreatif dapat terjadi bila pembelajaran dilakukan dengan “mengajak siswa untuk berpikir” dan tidak sekedar memberikan prosedur-prosedur yang bersifat doktrin. Agar pembelajaran bisa mengajak siswa untuk berpikir, maka perlu pembelajaran yang bermakna  dan mengkondisikan lingkungan belajar sedemikian sehingga siswa mampu mengkonstruksi pengetahuan.

Salah satu aspek yang ditekankan dalam matematika adalah meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Kemampuan berpikir kreatif siswa merupakan aspek penting, karena dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah lain, baik masalah matematika maupun masalah kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pentingnya aspek berpikir kreatif ini, maka perlu adanya pengembangan  kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika.
Dalam proses belajar mengajar, masih ada siswa yang beranggapan bahwa dalam menyelesaikan masalah cukup memilih prosedur penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang diberikan. Dalam hal ini fokus pembelajaran tidak pada mengapa prosedur itu yang digunakan untuk menyelesaikan, tetapi prosedur mana yang dipilih untuk menyelesaikan masalah dan pada bagaimana menyelesaikan masalah dengan prosedur tersebut. Hal ini mengakibatkan banyak siswa yang kurang menggunakan daya nalarnya dan kurang mampu bernalar secara baik.
Hal ini merupakan tantangan yang harus dijadikan pegangan dalam pembelajaran, dimana model pembelajaran harus mampu memberikan ruang seluas-luasnya bagi siswa dalam membangun pengetahuan dan pengalaman tidak hanya untuk mencapai kemampuan berpikir tingkat dasar tetapi juga untuk mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Penyelesaian masalah terbuka akan memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan investigasi masalah secara mendalam, sehingga dapat mengkonstruksi segala kemungkinan penyelesaian secara divergen, kritis, kreatif, dan produktif. Selain penyelesaian masalah, Siswono (2005) dalam penelitiannya menemukan bahwa kegiatan pengajuan masalah (problem posing) juga dapat meningkatkan aspek berpikir kreatif.
Problem posing merupakan pembelajaran berbasis pengajuan masalah atau soal yang dalam proses kegiatannya guru hanya memberikan situasi sebagai stimulus dan siswa meresponnya dengan mengajukan pertanyaan atau soal dan menjawab pertanyaan-pertanyaan atau soal. Salah satu tujuan pembelajaran matematika dengan problem posing adalah siswa diarahkan untuk dapat berpikir kreatif. Siswa dituntut untuk mengajukan dan menyelesaikan masalah dengan benar dan benarnya penyelesaian itu bukan karena guru yang mengatakan demikian, tetapi karena penalaran siswa sendiri memang dangat jelas.
Pembelajaran matematika dengan model problem posing didefinisikan sebagai belajaran matematika yang dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan masalah-masalah. Rekomendasi untuk pembaharuan matematika sekolah, yang saat ini menyarankan pentingnya peran siswa dalam menghasilkan penyusunan soal. Sebagai contoh ”the curriculum and Evaluation Standar for School Mathematics” (Leinhartdt, 1989) menyatakan secara eksplisit bahwa siswa-siswa harus mempunyai pengalaman mengenal dan memformulasikan soal-soal mereka sendiri, yang merupakan kegiatan utama dalam pembelajaran matematika. Lebih jauh dalam “the Professional Standars for teaching Mathematics” disarankan pentingnya bagi guru-guru untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan soal-soal mereka (problem posing). Siswa seharusnya diberi kesempatan untuk merumuskan soal-soal dari situasi yang diberikan dan membuat soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari soal-soal yang diberikan.
Silver (1996) menjelaskan bahwa problem posing biasanya digunakan pada tiga bentuk kegiatan kognitif matematika, yaitu sebagai berikut.
1.      Presolution posing, siswa menghasilkan soal-soal awal yang ditimbulkan oleh stimulus.
2.      Within solution posing, siswa merumuskan soal yang dapat diselesaikan.
3.      Postsolution posing, siswa memodifikasi kondisi soal yang sudah diselesaikan  untuk menghasilkan soal-soal baru.
English (1998) mengadakan penelitian problem posing anak dalam konteks formal dan informal. Dalam konteks formal kepada siswa diberikan rangsangan, selanjutnya siswa mengajukan masalah dari konteks formal tersebut. Dalam konteks informal, kepada siswa diberikan gambar foto yang beraneka ragam warnanya, selanjutnya siswa mengajukan permasalahan dari gambar tersebut. Hasil penelitian ini antara lain  siswa lebih banyak menghasilkan masalah berbeda untuk konteks informal daripada konteks formal.
Dalam pembelajaran matematika, pengajuan soal menempati posisi yang strategis. Pengajuan soal dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika. "Problem posing is of central important in the discipline of mathematics and in the nature of  mathematical  thinking" (Silver 1996).
Beberapa manfaat pengajuan soal menurut English (1998) antara lain adalah :
1.      membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kemampuannya dalam pemecahan masalah,
2.      merupakan tugas kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif,
3.      mempunyai pengaruh positif  terhadap kemampuan memecahkan masalah dan sikap siswa terhadap matematika,
4.      dapat mempromosikan semangat inkuiri dan membentuk pikiran yang berkembang dan fleksibel,
5.      mendorong siswa untuk dapat lebih bertanggung  jawab dalam belajarnya,
6.      berguna untuk mengetahui kesalahan atau miskonsepsi siswa,
7.      mempertinggi kemampuan pemecahan masalah  siswa, sebab pengajuan soal memberi penguatan-penguatan dan memperkaya konsep-konsep dasar,   
8.      menghilangkan kesan "keseraman" dan "kekunoan" dalam belajar matematika, mempersiapkan pola pikir atau kriteria berpikir matematis, berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah.

*) diolah dari berbagai sumber

0 comments:

Post a Comment